Jumat, 08 Juni 2012

pembiasan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
            Sering kita melihat fenomena pembiasan di lingkungan sekitar kita. Misalnya ketika sabatang kayu yang sabagiannya masuk ke dalam kolam, kayu tersebut terlihat bengkok. Kemudian contoh lain adalah pensil yang dicelupkan ke dalam gelas, kemudian pensil tersebut terlihat bengkok. Padahal sebenarnya pensil tersebut tidak bengkok. Inilah yang dinamakan pembiasan. Namun hal tersebut belum kita ketahui bagaimana pembiasan itu bisa terjadi dan apa yang menyebabkannya. Oleh karena itu kami melakukan percobaan mengenai pembisan pada kaca plan parallel. Kaca plan parallel itu sendiri merupakan medium masuknya cahaya. Prinsip kerjanya sama seperti pensil yang dicelupkan didalam air, namun mediumnya saja yang berbeda. Percobaan ini juga membuktikan hokum snell yaitu :
Hukum I Snellius berbunyi “ Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar”.
Hukum II Snellius berbunyi “ Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat (misalnya: dari udara ke air atau dari udra ke kaca), maka sinar di belokkan mendekati garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat maka sinar di belokkan menjauhi garis normal.
Dalam percobaan kali ini, kami ingin membuktikan hal tersebut serta bagaimana pembiasan yang terjadi.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana Sifat Pembiasan Pada Kaca Plan Paralel ?
1.3 tujuan
Menyelidiki Sifat Pembiasan Pada Kaca Plan Paralel.
1.4 Definisi istilah
1.      Sudut Deviasi; Sudut yang terbentuk antara garis normal dengan garis yang ditariktepat pada sinar yang keluar dari kaca plan paralel.
2.      Sinar Datang; Sinar langsung dari sumber cahaya.
3.      Kaca Plan Paralel; Kaca yang berbentuk balok.
4.      pembiasan; Perubahan arah dari sinar yang di trnsmisikan.
1.5 Hipotesis
Cahaya yang bergerak menempuh garis lurus akan dibiaskan oleh kaca plan paralel sehingga terjadi pembelokan arah yang sebelumnya lurus dari sumber cahaya.
1.6 Tinjauan pustaka
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang baru. Jika seberkas cahaya datang membentuk sudut terhadap permukaan (bukan hanya tegak lurus), berkas tersebut dibelokkan pada waktu memasuki medium yang baru. Pembelokan ini disebut pembiasan.
Kedua  media dan pada sudut datang. Hubungan analitis antara q1 dan q2 ditemukan secara eksperimental pada sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell (1591-1626). Hubungan ini dikenal sebagai hukum snell dan dituliskan:

                                                

n1 sin qn2 sin q2

 
q1 adalah sudut datang dan q2 adalah sudut bias (keduanya diukur terhadap garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media) n1 dan n2 adalah indeks-indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias berada pada bidang yang sama, yang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan. Hukum Snell merupakan dasar Hukum pembiasan.
         Jelas dari hukum Snell bahwa jika n2 > n1,  maka q2 > q1, artinya jika cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika n2 > n1, maka q2 > q1, sehingga berkas dibelokkan menjauhi normal. (Douglas C. Giancoli, 2001: 243-259).

Ketika sebuah berkas cahaya mengenai sebuah permukaan bidang batas yang memisahkan dua medium berbeda, seperti misalnya sebuah permukaan udara kaca, energi cahaya tersebut dipantulkan dan memasuki medium kedua, perubahan arah dari sinar yang ditransmisikan disebut Pembiasan. Indeks bias, yaitu perbandingan laju cahaya diruang hampa terhadap laju cahaya di dalam medium, selalu lebih besar dari 1. Sebagai contoh, laju cahaya didalam kaca kira-kira dua per tiga dari laju cahaya di ruang bebas. Jadi indeks bias kaca kira-kira n= c/v = 3/2 .
 



Gambar 3a
Pada gambar 1 di atas menunjukkan cahaya mengenai sebuah permukaan udarakaca yang rata. Sinar yang memasuki kaca disebut sinar yang dipantulkan, dan sudut θ2 disebut sudut bias. Sudut bias lebih kecil dari sudut datang θ1 seperti ditunjukkan pada gambar. Jadi, sinar yang dipantulkan dibelokkan menuju garis normal. Kita dapat menghubungkan sudut bias θ2 dengan indeks bias kedua media n1 dan n2 dan dengan sudut datang θ1 dengan memakai prinsip Huygens.
(Tipler, 1991: 446-447)
            Konsep dasar pembiasan cahaya adalah Hukum Snellius yang terbagi menjadi 2.
Hukum I Snellius berbunyi “ Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar”.
Hukum II Snellius berbunyi “ Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat (misalnya: dari udara ke air atau dari udra ke kaca), maka sinar di belokkan mendekati garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat maka sinar di belokkan menjauhi garis normal.
Ketika seberkas cahaya bergerak dari udara dengan sudut datang θi cahaya di belokkan mendekati garis normal dengan sudut bias θr. Lambang indeks bias mutlak adalah n. Jadi, indeks bias mutlak n untuk cahaya yang bergerak dari vakum (udara) menuju ke suatu medium tetentu dinyatakan dengan persamaan



n= Sin θi / sin θr

 
 


Indeks bias mutlak suatu medium dapat dipandang sebagai suatu ukuran kemampuan medium itu untuk membelokkan cahaya. Medium yang memiliki indeks bias lebih besar adalah medium yang lebih kuat membelokkan cahaya.
Di udara, laju cahaya hanya sedikit lebih kecil. Pada benda transparan lainnya, seperti kaca dan air, kelajuan selalu lebih kecil disbanding di udara hampa. Perbandingan laju cahaya di uadara hampa dengan laju v pada materi tertntu di sebut indeks bias (n), dari materi tersebut:



n=

 
 


Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 (artinya, n≥1), n sedikit bervariasi terhadap panjang gelombang cahaya kecuali di hampa udara sehingga suatu panjang gelombang tertentu di tentukan, yaitu untuk cahaya kuning dengan panjang gelombang λ= 598 nm.
Kajian experimental mengenai arah sinar masuk, sinar yang di refleksikan, dan sinar yang di refraksikan pada antar muka yang halus diantara dua material optic memunculkan kesimpulan-kesimpulan berikut :
1. Sinar yang masuk, sinar yang di refleksikan, dan sinar yang di refraksikan dan normal terhadap permukaan semuanya terletak pada bidang sama.
2. Sudut refleksi θr sama dengan sudut masuk θa untuk semua panjang gelombang dan untuk setiap pasang material.



θr=θa  (hukum refleksi)

 
 
3. Untuk cahaya monokromatik dan untuk sepasang material yang diberikan, a dan b pada sisi-sisi yang berlawanan dari antar muka itu, rasio dari sinus sudut θa dan θb dimana kedua sudut itu di ukur dari normal terhadap permukaan , sama dengan kebalikan dari rasio kedua indeks refraksi:




 
 


                                                Atau



na sin θa = nb sin θb (hukum refraksi)

 
 


Sudut kritis pada suatu refleksi total misalkan sinar dari zat berindeks bias lebih tinggi masuk ke zat dengan indeks bias lebih rendah. Seperti pada gambar. Sebagian sinar masuk di bias, dan sebagian sinar di pantulkan ada permukaan batas. Karena sudut θ2 harus lebih besar dari θ 1, mungkin sekali θ1 dibuat sedemikian besarnya hingga θ2= 900. Harga θ1 ini di namakan dengan sudut kritis. Untuk harga-harga θ1 yang lebih besar dari harga ini tidak terjadi pembiasan seluruh cahy pada sinar masuk akan di pantulkan.
Syarat pantulan total berlaku hanya jika θ1 lebih besar dri sudut kritis, θc yang memenuhi :



n1 sin θc = n2 sin 900 atau  sin θc = n2 / n1

 
 


Karena sinus tak mungkin lebih besar dari satu, persamaan ini sekali lagi menekankan bahwa refleksi total hanya terjadi jika n1 > n2.
Pada tahun 1812 ilmuwan Inggris Sir David Brewster menemukan bahwa bila sudut masuyk sama dengan sudut polarisasi θP maka sinar yang direfleksika dan sinar yang direfraksikan tegak lurus satu sama lain. Dalam kasus ini, sudut refraksi θb menjadi komplemen dari θP sehingga θb = 90o - θP. Dalam hukum refraksi, yakni



na sin qnb sin qb

 
 



 
Maka kita mendapatkan



tan θp =
 
 (hukum Brewster untuk sudut polarisasi)


(Hugh D Young dan Roger A Freedman, 2004: 497-512).
         Arah seberkas cahaya dapat diubah dengan menggunakan pemantulan pada cermin parabolik. Alat yang dapat mencapai maksud yang sama dengan pembiasan disebut lensa. Untu memahami kerja lensa, dapat dipandang gabungan dua prisma dan plet paralel. Pemusatan cahaya oleh kombinasi pelat paralel dan prisma mirip dengan yang terjadi pada pemantulan oleh beberapa cermin datar, dalam hal itu kita mendapatkan bahwa daerah dimana sinar-sinar pantul dipusatkan bertambah kecil jika jumlah cermin diperbanyak, da ukuran cermin diperkecil.
                                                                                    (Sutrisno,1979:129-130)



BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
·         Meja optik
·         Rel presisi
·         Pemegang slide diafragma
·         Bola lampu 12 V, 18 V
·         Diafragma 1 celah
·         Tumpukan berpenjepit
·         Balok kaca
·         Lensa f = 100 mm bertangkai
·       Catu daya
·       Kabel penghubung merah
·       Kabel penghubung hitam
·       Tempat lampu bertangkai
·       Mistar 30 cm
·       Kertas hvs putih
·       Busur derajat

2.2 Langkah Kerja
a.     Buatlah garis-garis bersudut 200, 300 dan seterusnya sampai dengan
sudut 600 dengan garis sumbu PQ pada kertas itu.
b.    Letakkan kaca plan paralel dengan posisi seperti terlihat pada gambar. Usahakan agar pertengahan sisi kaca plan paralel tepat dititik O (perpotongan garis-garis pada kertas).
c.    Putarlah kertas sehingga sinar datang berimpit dengan garis yang bersudut 200 terhadap PO. Dengan demikian sudut datang sinar (sudut d) sama dengan 200.
d.   Tarik garis tepat pada sisi belakang kaca plan paralel kemudian buatlah 2 tanda silang tepat pada sinar yang keluar dari (meninggalkan) kaca plan paralel.
e.    Singkirkan kaca plan paralel dan dibuat garis normal n untuk mengetahui r (sudut arah sinar saat meninggalkan kaca plan paralel).
f.     Ukurlah sudut bias (sudut b) dan r’. Lalu diisikan hasilnya ke dalam tabel pada kolom hasil pengamatan.
Diulangi langkah b sampai f untuk sudut datang d yang lainnya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Data
No
d
r(b)
r’
1
200
120
200
2
300
170
300
3
400
270
360
4
500
330
360
5
600
380
360
Keterangan:
d = Sudut datang
r = Sudut Bias dari kaca ke udara
r’ = Sudut bias dari udara ke kaca
Text Box: a = sin⁡b/sin⁡d 3.2 Perhitungan
            Perhitungan indeks bias dengan rumus


1) Indeks bias pada saat d = 200
a = sin b/ sin d
a = sin 120 / sin 200
a = 0,2/0,342
a = 0,58
karena 1/n2 = a
maka n2       = 1/a
       =1/0,6
       =1,6







2)         Indeks bias pada saat d = 300
a = sin b/sin d
a = sin 170/sin 300
a = 0,3/0,5
a = 0,6
karena 1/n2 = a
maka n2 = 1/a
= 1/0,6
=1,6



3) Indeks bias pada saat d = 400
a = sin b/ sin d
a = sin 270/sin 400
a = 0,45/0,64
a = 0,7
karena 1/n2 = a
maka n2 = 1/a
= 1/0,7
=1


4) Indeks bias pada saat d = 500
a = sin b/ sin d
a = sin 330/ sin 500
a = 0,54/0,76
a = 0,7
karena 1/n2 = a
maka n2 = 1/a
= 1/0,7
=1,4
5)   Indeks bias pada saat d = 600
a = sin b/ sin d
a = sin 360/sin 500
a = 0,59/0,86
a =0,7
karena 1/n2 = a
maka n2 = 1/a
= 1/0,7
= 1,4



3.4 Pembahasan
         Percobaan ini untuk mengetahui pembiasan cahaya pada kaca plan parallel dengan sudut bias yang berbeda-beda. Dalam percobaan ini menggunakan lensa fokus 100 mm yang berfungsi untuk memusatkan cahaya yang akan melewati diafragma 1 celah dan selanjutnya diteruskan ke kaca plan parallel. Kaca plan parallel tersebut merupakan balok kaca yang berfungsi sebagai medium untuk pembiasan cahaya dan diletakkan di atas meja.
         Sumber cahaya akan melewati lensa fokus 100 mm, selanjutnya cahaya dipusatkan oleh lensa menu diafragma 1 celah dan senjutnya menuju kaca plan parallel yang akan di biaskan. Berkas sinar itu masuk dari sisi balok kaca dengan sudut datang mulai 200, 300, 400, 500, dan 600. Berkas sinar itu melalui medium dan mengalami dua kali pembiasan. Pembiasan pertama yaitu berkas sinar melewati bidang batas antara udara ke balok kaca (n1ke n2). Berkas sinar tersebut menuju garis normal(n) dengan sudut bias b. kemudian cahaya tersebut akan mengalami pembiasan lagi yaitu saat melewati batas antara balok kaca dan udara (n2ke n1), berkas sinar datang ke bidang bias dengan sudut i’ dan dibiaskan menjauhi garis normal(n) dengan sudut bias r’. hal ini sesuai dengan hukum snell  II yang berbunyi :”jika sinar datang dari médium kurang rapat ke médium lebih rapat, maka sinar dibelokkan menuju garis normal. Jika sebaliknya, sinar datang dari médium lebih rapat ke kurang rapat maka sinar dibelokkan menauhi garis normal”.
         Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.









 



garis normal


 




Sinar pantul dan membentuk sudut r’
 
        


         Dari data percobaan bahwa semakin besar sudut sinar datang maka akan semakin besar pula sudut bias yang terbentuk. Artinya d = r. Dan sudut pantul itu sendiri seharusnya sama dengan sudut datang, tetapi pada percobaan ini hasilnya tidak sesuai dengan literatur. Sudut datang 400 seharusnya sudut pantul 400 juga tetapi dari percobaan kami hanya 360.
Untuk indeks bias dapat dihitung menggunakan persamaan :



nb sin θb= ndsin θd

 
 


Dari hasil percobaan bahwa indeks rata-ratanya adalah 1,48. Hal ini berbeda dengan nilai indeks bias kaca dari buku penuntun, karena laju cahaya didalam kaca kira-kira dua per tiga dari laju cahaya di ruang bebas. Jadi indeks bias kaca kira-kira n= c/v = 3/2 =1,5. Terlihat bahwa ada perbedaan besar nilai indeks bias kaca dari praktikum dengan buku penuntuk. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Kesalahan dalam pengukuran sudur dengan menggunakan busur.
2.      Kesalahan penglihatan karena mata praktikan tidak tegak lurus dengan alat ukur ketika pengukuran. Karena ketika kita melihat sebuah benda, menurut model berkas, cahaya mencapai mata kita dari setiap titik pada benda; walaupun berkas cahaya meninggalkan setiap titik dengan banyak arah, biasanya hanya satu kumpulan kecil dari berkas-berkas ini yang dapat memasuki mata si peneliti. Jika kepala orang tersebut bergerak ke satu sisi, kumpulan berkas yang lain akan memasuki mata dari setiap titik.
3.      Adanya getaran atau gangguan saat percobaan terjadi.
Suatu cahaya yang berjalan dengan sudut miring melalui perbatasan (balok kaca) dengan indeks bias yang berbeda antara indeks bias udara dan kaca, menyebabkan sinar akan membelok. Gejala ini di sebut dengan pembiasan Selain itu, pembelokan arah jalar cahaya dapat disebabkan juga oleh kecepatan jalar gelombang cahaya. Karena kecepatan jalar gelombang cahaya di dalam kaca berbeda dengan kecepatan jalar cahaya di udara.



BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.      Sinar yang masuk pada kaca plan paralel dibelokkan menuju garis normal.
2.      Semakin besar sudut yang dibentuk oleh sinar datang maka akan semakin besar pula sudut bias yang terbentuk.
3.      Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada sudut datang.
4.2 Saran
1.      Diharapkan sebelum melakukan percobaan, praktikan mengetahui maksud dan tujuan percobaan tersebut.
2.      Hendaknya praktikan paham mengenai percobaan yang dilakukan.
3.      Diharapkan keseriusan dan ketelitian pratikan, agar percobaan tidak mengalami kesalahan.
4.      Setelah melakukan pratikum, hendaknya pratikan perlu menanyakan mengenai hal-hal yang belum dimengerti.



DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, douglas C. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Sutrisno. 1979. Fisika dasar seri gelombang dan optik.  Bandung: ITB
Tipler, Paul A. 1998. Fisika Untuk Sains dan teknik Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Young dan Freedman. 2004. Fisika Universitas Edisi 10 Jilid 2. Jakarta: Erlangga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar